Dan Ini...
Bagaimana sikap negara demokrasi terhadap kaum minoritas ? Demokrasi adalah pemerintahan rakyat, dengan arti kekuasaan berada di tangan rakyat. Suatu negara demokrasi adalah negara yang pemerintahannya menempatkan semua warga negaranya dengan hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh pada kehidupan pribadi dan bernegara mereka. Suatu negara demokrasi akan membiarkan warga negaranya secara bebas berpartisipasi, secara langsung maupun secara tidak langsung melalui perwakilan mereka, dalam segala perumusan, pembuatan, dan pengembangan berbagai aspek suatu negara. Aspek tersebut bisa berupa dalam politik, hukum, dan sebagainya. Hal tersebut berlaku terhadap semua warga negaranya tanpa terkecuali, tanpa memperhatikan perbedaan status, ras, suku, maupun agama, tanpa melihat warga tersebut termasuk mayoritas maupun minoritas.
Hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan), kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Tiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada misalnya, jabatan atau kedudukan dalam masyarakat.
Beberapa Persoalan Penting seputar Kelompok Minoritas. Persoalan yang sering muncul yang berhubungan dengan interaksi sosial di antara kelompok masyarakat minoritas adalah:
1. Adanya politik pencitraan yang disematkan kepada komunitas tertentu. Politik pencitraan berupa stigma dan stereotip ini merupakan awal dari munculnya hubungan sosial yang diskriminatif. Seperti pencitraan negatif terhadap komunitas wetu telu, tana toa kajang, sedulur sikep, badui, dsb sebagai kelompok yang “berbeda”, “terbelakang”, “bodoh”, dan sebagainya.
2. Dukungan pencitraan dan diskriminasi melalui instrumen hukum/kebijakan, seperti kebijakan mengenai KAT, cagar alam, dan pariwisata. Seperti kebijakan tentang Cagar Alam Morowali Sulawesi Tengah yang lebih menekankan perlindungan Negara terhadap potensi alamnya, bukan dalam hal perlindungan terhadap komunitas (sebagai individu maupun kelompok) yang hidup di dalamnya.
3. Implikasi dari poin kedua seringkali berbentuk perlakuan masyarakat mayoritas terhadap kelompok minoritas untuk mengikuti tata cara kehidupan kelompok mayoritas.
4. Pemisahan kategori agama dengan kehidupan komunitas minoritas tersebut. Misalnya, ketika terjadi penghinaan terhadap orang sedulur sikep, maka itu tidak dianggap sebagai penghinaan terhadap tata cara hidup mereka secara keseluruhan. Padahal, menyebut nama sedulur sikep, itu berarti termasuk di dalamnya kepercayaan dan tata-cara kehidupan mereka secara keseluruhan.
5. Batasan tentang “agama resmi” dan “tidak resmi” yang dicanangkan oleh pemerintah juga berakibat pada terlanggarnya hak asasi manusia, khususnya komunitas-komunitas minoritas dimana praktik dan bentyuk keagamaan mereka tidak diakui oleh Negara. Kenyataan ini melanggar ketentuan kovenan, di antaranya pasal 2, pasal 4, pasal 18, pasal, 26, dan pasal 27.
D. Mengenai hak-hak minoritas itulah, terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan bahwa:
1. Kelompok minoritas memiliki hak untuk mengembangkan, menikmati, dan memberdayagunakan seluruh kekayaan kultur, tradisi, dan bahasa mereka sesuai dengan kearifan lokal yang mereka miliki sebagai ‘ruang perkembangan kebudayaan’.
2. Kelompok minoritas yang hidup dalam lingkup territorial mereka memiliki hak untuk menerima atau menolak hadirnya misi-misi dari pihak luar yang ingin mengambil atau memberi manfaat dalam bentuk apa pun dari atau terhadap kehidupan mereka.
3. Di dalam hubungannya dengan peradilan, kelompok minoritas juga berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan peradilan, serta berhak memperoleh fasilitas (penerjemah, pengacara, dan lain-lain) yang mendukung berjalannya proses hukum dan peradilan yang berlangsung.
4. Kelompok minoritas juga memiliki hak untuk diakui berbagai bentuk tata cara lokal yang berkaitan dengan peradilan adat, pendidikan (menurut) tradisi, dan pengembangan sumber daya alamnya.
5. Berbagai bentuk ketersediaan fasilitas umum oleh Negara, seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan yang diperuntukkan bagi kelompok minoritas dilakukan melalui komunikasi yang setara dan tanpa pemaksaan antara berbagai pihak yang terkait, dalam hal ini adalah antara kelompok minoritas dengan negara.
6. Dalam hubungannya dengan wilayah politik, kelompok minoritas juga memiliki hak perwakilan.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya relevan. HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Hak minoritas erat kaitannya dengan hak asasi manusia, oleh karena itu hal-hal yang termasuk kedalam hak asas manusia antara lain:
1. Hak asasi pribadi / personal Right
a) Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat
b) Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
c) Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
c) Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Righ
a) Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
b) Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
c) Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
d) Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
a) Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
b) Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / PNS
d) Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
a) Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
b) Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
c) Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
d) Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
e) Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
a) Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
b) Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
1) Hak Asasi Sosial Budaya / Social Culture Right
2) Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
3) Hak mendapatkan pengajaran
4) Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
Indonesia merupakan negara yang heterogen dilihat dari etnis, kultur maupun agamanya. Dengan keadaan ini hak minoritas merupakan hal yang penting bagi yang menghargai kebebasan manusia. Tidak akan ada negara yang demokrasi jika tidak menghargai, menghormati, mengakui dan menerapkan hak-hak minoritas. Kebutuhan untuk memelindungi hak-hak minoritas sangat berhubungan dengan campur tangan pemerintah.
Contoh Kasus Minoritas
(dok/antara)
Polisi dan Pemda Tak Junjung Pancasila dan UUD 1945.
JAKARTA - Polri harus menghentikan perampasan hak-hak konstitusional kelompok minoritas Ahmadiyah dengan memberikan keadilan, bukan ketidakadilan.
Caranya adalah proaktif melakukan pencegahan atas bentrok dan menangkap pelaku kekerasan yang kerap diikuti dengan terampasnya hak-hak konstitusional kelompok minoritas.
Pemerintah Pusat juga harus membina aparat Polri dan para pemimpin daerah untuk menjunjung tinggi Pancasila dan konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana perintah Undang-Undang No 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Hal tersebut diungkapkan Eva Kusuma Sundari, anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan kepada SH, Senin (6/5). "PDI Perjuangan mendorong Polri segera menghentikan eskalasi praktik-praktik kekerasan oleh kelompok radikal yang meningkat drastis. Ini akan berdampak pada hilangnya hak-hak konstitusional warga negara minoritas yang hampir permanen (Ahmadiyah di Transito, NTB)," tegasnya.
SKB Menteri tentang Ahmadiyah, diakuinya tidak di dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian, SKB tidak bisa dipakai sebagai dasar membuat peraturan di tingkat daerah apalagi menjadi dasar penindakan atau penegakan hukum Polri di daerah.
"Atas dasar itu, perilaku aparat Polri yang hanya menonton tanpa menangkap para pelaku perusakan masjid (termasuk kaligrafi Rosul) dan 20 rumah serta harta benda warga negara kelompok Ahmadiyah di Tasikmalaya merupakan pelanggaran Tupoksi Polri di bidang perlindungan dan pengayoman rakyat," ujarnya.
Lebih menyedihkan, sambung Eva, ternyata Kapolri yang sudah memerintahkan para pelaku agar ditangkap (tetapi tanpa tindakan apa pun di lapangan) malah mengecam kelompok Ahmadiyah karena eksklusif. Faktanya kegiatan internal Ahmadiyah termasuk Jalsah Salanah bersifat terbuka karena beberapa aktivis NU pernah berpartisipasi, termasuk kelompok Anshor dan Banser.
Bagi Eva, peristiwa di Tasikmalaya tidak lepas dari peran beberapa anggota FPI yang kembali menunjukkan watak pro kekerasan dan perilaku jumawa dengan melakukan provokasi pencabutan hak konstitusional warga negara kelompok minoritas Ahmadiyah.
"Ini ironis, aparat negara turut aktif merampas sejumlah hak konstitusional warga negara seperti hak beribadah, hak atas properti yang bersertifikat, hak mobilitas (terkurung dalam pagar), hak ekonomi (tidak bisa mencari nafkah), bahkan hak berinteraksi sosial," tuturnya.
Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menyesalkan peristiwa Ahmadiyah di Tasikmalaya.
Mabes Polri pun menindaklanjuti dengan membentuk tim khusus untuk menyidik kasus perusakan rumah ibadah milik jemaah Ahmadiyah di Kampung Wanasigra, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat ini, empat saksi dari jemaah Ahmadiyah sudah menjalani pemeriksaan.
"Tapi, saya belum tahu hasil pemeriksaan dan dari mana asal kelompok penyerang. Penyidikan masih berlanjut dan para saksi yang diperiksa sangat kooperatif untuk mengusut kasus ini," ujarnya.
Untuk kondisi pascaserangan, lanjut Boy, Mabes Polri menerjunkan satu kompi personel Brimob dari Polda Jabar.
Dari kasus tersebut kita tahu bahwa kasus tersebut mencerminkan bahwa kasus ketidakadilan terhadap kaum-kaum minoritas masih banyak terjadi di negara kita ini, sungguh miris sekali, dimana peran pemerintah di tengah-tengah masyarakat kita yang multikultur, semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua agar kita dapat menghargai kaum-kaum minoritas dan agar hukum dan keadilan di indonesia dapat ditegakkan secara adil tanpa melihat dari kaum mayoritas maupun minoritas. Jawaban dari problem yang ada, sementara ini Pemerintah sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama.
RUU ini akan menjadi panduan pemerintah menyikapi pemeluk agama di luar keenam agama yang telah diakui di undang-undang.
Di Indonesia diperkirakan ada ratusan aliran kepercayaan dan agama lain di luar Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan RUU yang sedang dirancang pada dasarnya untuk memberikan perlindungan kepada umat beragama - untuk memeluk agama dan untuk menjalankan ajaran agama yang dipeluk umat tersebut.
Saat ini, Kementerian Agama masih menerima masukan dari berbagai kalangan bagaimana memperlakukan agama-agama dan aliran kepercayaan yang belum diakui.
“Apakah diluar yang enam (agama) itu perlu ada pengakuan, ini pandangannya masih sangat beragam. Ada yang ingin adanya pengakuan tapi tidak sedikit yang mengatakan negara tidak dalam posisi untuk memberikan pengakuan itu”, kata Menag Lukman.
Adil disini berarti keadaan yang seimbang. Apabila kita melihat suatu sistem atau himpunan yang memiliki beragam bagian yang dibuat untuk tujuan tertentu, maka mesti ada sejumlah syarat, entah ukuran yang tepat pada setiap bagian dan pola kaitan antarbagian tersebut.
Pengertian keadilan yang pertama ialah persamaan dan penafian terhadap diskriminasi dalam bentuk apapun.
Pengertian kedua keadilan ialah pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada setiap obyek yang layak menerimanya. Dalam artian ini, kezaliman adalah pelenyapan dan pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain.
Kelompok minoritas memiliki hak untuk mengembangkan, menikmati, dan memberdayagunakan seluruh kekayaan kultur, tradisi, dan bahasa mereka sesuai dengan kearifan lokal yang mereka miliki sebagai ‘ruang perkembangan kebudayaan’.
Dan dari kesemua itu kita tahu bahwa hal tersebut mencerminkan bahwa kasus ketidakadilan terhadap kaum-kaum minoritas masih banyak terjadi di negara kita ini, sungguh miris sekali, dimana peran pemerintah di tengah-tengah masyarakat kita yang multikultur, semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua agar kita dapat menghargai kaum-kaum minoritas dan agar hukum dan keadilan di indonesia dapat ditegakkan secara adil tanpa melihat dari kaum mayoritas maupun minoritas.